Bang Tere bener2 tau isi hati saya….
Darwis Tere Liye

*Tiket 0 Rupiah Air Asia

Apakah kalian pernah naik pesawat dengan tiket 0 rupiah? Saya pernah. Tahun 2010, bareng istri saya pergi ke Singapore dengan Air Asia. Berapa yang kami bayar untuk tiket berdua? 0 rupiah. Berangkat pagi dari Jakarta, tiba di Singapore, makan siang di pedestrian Orchard, sorenya pulang ke Jakarta. Dan itu bukan sesuatu yang “amazing”, karena puluhan ribu traveller lainnya, memiliki kesempatan sama, cerita mereka lebih keren. Mereka juga mendapatkan tiket promosi dari maskapai Air Asia. Jauh sebelum itu, saya juga pernah bersama geng ke Lombok, naik Air Asia ke Denpasar, lagi-lagi menggunakan tiket super murah. Tidak spesial.

Minggu2 ini, maskapai Air Asia sedang berkabung atas jatuhnya pesawat mereka. Banyak orang marah. Ngamuk-ngamuk. Sambil bawa wartawan, marahnya bila perlu sekalian “live”. Tidak cukup marah, bahkan pemerintah melalui pejabat terasnya bilang akan menghapus “penerbangan murah”, agar tidak lagi terjadi pesawat jatuh. Puh, benaran nih Pak, mau dihapus “penerbangan murah”?

Tahun 2014, Air Asia membawa sekitar 9 juta penumpang di Indonesia. Baiklah, kalau memang mau dihapus, kita usir saja mereka dari Indonesia. Tutup. Bumi hanguskan. Bila perlu kita ganyang habis2an biar puas. Untuk kemudian so what? Mereka terbang ilegal dari Surabaya, pantas dong kita habisi. Tapi bagaimana kalau kita buka urusan ini seterang-terangnya, maka saya khawatir, yang perlu dihabisi lebih dahulu adalah pejabat2 teras di pemerintahan kita. Sudah terlalu lama omong kosong ini, Tuan, Nyonya, mana ada sih peraturan yang kalian ciptakan yang sungguh2 kalian tegakkan? Coba tengak bandara Soekarno Hatta, orang2 bisa merokok sembarangan di lorong2 dengan petugas berdiri di depannya. Kalau soal merokok saja, hal yang paling upil, kalian tidak bisa bereskan, apalagi soal ijin hantu. So what? Marah-marah mungkin sekarang jadi trend pejabat.

Hingga kita lupa, Air Asia itu jangan-jangan justeru korban dari tidak becusnya kita menegakkan peraturan. Mereka beroperasi ilegal berbulan2, tidak ada yang negur. Loh, kok dibiarkan? Jangan-jangan air Asia itu korban dari persekongkolan kita! Untuk kemudian kita banting dia jadi tersangka, kriminal terbesar. Catat saja, negeri kita ini pernah dan masih di ban oleh Eropa (termasuk Garuda dulu), mereka tidak sudi ada penerbangan dari maskapai Indonesia ke negara mereka, hasil audit mereka mencemaskan, jadi daripada nanti masalah, mereka ketiban getahnya, ban saja. Itu seharusnya jadi PR besar sejak dulu, bukan sebaliknya, setiap ada kejadian, baru rusuh.

Saya tidak tahu apa yang telah dilakukan pejabat kementerian perhubungan untuk saya, tapi saya tahu persis apa yang telah dilakukan Air Asia untuk saya. Air Asia itu membuat tiket pesawat terjangkau bagi banyak orang. Rute Bandung-Yogya, jika hanya dikuasai satu maskapai, maka kalian tahu tiketnya berapa? Ada di angka 900.000. Bandingkan Jakarta-Yogya yang lebih jauh, tiketnya bisa dapat 300-400rb. Lihat saja, rute2 lain yang hanya dikuasai satu maskapai, tiketnya otomatis gila-gilaan. Situ nggak ada uang? ya monggo, tidak usah naik pesawat. Logika hebat dari pejabat. 9 juta penumpang yang dibawa Air Asia, menghubungkan Bandung ke Kuala Lumpur, Singapore, turis luar negeri itu datang ke Bandung naik Air Asia. Mereka melakukan sesuatu yang sangat kongkret. Penerbangan murah tidak identik dengan safety murahan. Tiket promo, tidak identik dengan promo keselamatan.

Nah, kalau pejabat memang masih mau mara-marah. Silakan. Tapi marahlah lebih dulu ke diri sendiri. Itu lebih bermanfaat. Kami ini capek lihatnya, Pak. Semua orang bicara tentang safety, tapi bapak harus tahu, justeru pak pejabat-lah yang paling susah disuruh matikan HP di atas pesawat. Saya nggak bohong, Pak. Yang nampar pramugari (saat diingatkan soal HP), yang nampar petugas loket (karena tidak sabaran, emosi), itu bukankah geng kalian? Pejabat! Yang sok berkuasa betul di atas pesawat, lihat saja, bukankah teman-teman sejenis kalian?

Monggo kalau mau dilanjutkan marahnya. Tapi tolong, setelah itu pastikan ada perubahan signifikan. Bukan hanya sibuk nyari kambing hitam, untuk lupa, kitalah yang sejak lama sudah jadi “kambing hitam”-nya.

View on Path

Categories: Uncategorized | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.